Aura Namanya

“si kriting ini, kak” ucap seorang ibu saat saya memegang pipi seorang anak usia 5 tahun di kegiatan posbindu lansia salah satu desa di tempat saya mengabdi. Kemudian anak ini pun ngumpet di belakang tubuh ibu nya. Lalu berangsur malu-malu kembali menampakan kepala nya ke arah saya. “kriting cantik ya sayang” sela saya usai sang ibu bicara. Lalu anak ini berlari ke luar tenda yang aparat desa bangun untuk kegiatan posbindu.
Anak perempuan ini merupakan anak dari seorang ibu kader posyandu yang sengaja kami undang untuk membantu proses kegiatan. Sebut saja Aura. Aura baru duduk di bangku TK.
Pelayanan Posbindu lansia desa ini cukup ramai. Namun tidak cukup untuk mengaburkan pandangan saya ke aura. Aura tengah asik main sendiri dengan mainan yang dipegangnya. Dari meja pelayanan, saya bisa lihat ia sedang mengucapkan sesuatu sambil menggerakan mainannya ke kanan ke kiri. “bocah..” gumam saya sambil melempar senyum ke arah Aura.
Hampir satu jam pelayanan berjalan. Lansia yang datang kian banyak. Ibu kader pun dengan semangat membantu di meja timbangan dan tinggi badan. “loh, mama aura kemana?” tanya saya kepada ibu kader satu nya. “sebentar kembali, aura kriting tadi nangis” jawab ibu itu sambil sibuk mencatat hasil penimbangan. Kemudian dengan sadar saya mencatat ini kedua kali nya label kriting tertanam didiri Aura. “nangis? Kenapa? bukannya tadi asik main ya? Karena sibuk di meja pelayanan tidak tahu kalau aura nangis” membatin.
Ada 10 menit , lalu datang mama aura. Ia kembali dengan tanggungjawab nya di meja penimbangan. Aura ? saya tidak lagi melihatnya. Entah ditinggal di rumah atau kemana. Semakin siang pelayanan mulai sepi. Aparat desa mulai mengeluarkan minum dan snack yang disediakan untuk kami. Jeda waktu, ini yang dari tadi saya tunggu. Melihat ada 3-4 anak sedang bermain di sekitar tenda membuat langkah saya menuju mereka. Secara perawakan, besar tinggi nya sama dengan Aura. Anak-anak TK sepertinya.
Bermain karet gelang, saling menindih satu sama lain lalu dicungkil dengan sejenis lidi. Anak-anak itu ceria memainkan ini. “Aura suka main ini, kah?” tembak saya dengan menyelip nama aura disana. Satu anak yang menjawab “mana mungkin ibu, bicara saja tidak ada”. Oh iya, bahasa indonesia yang di-Ende- kan ini memang agak sedikit ribet. Maksud dari “bicara saja tidak ada” bisa diartikan “ngobrol aja ga pernah” lebih kurang seperti itu. “kalian tidak pernah main bersama kah?” lanjut saya. “tidak’e, mana bisa ia main. Bisu sudah. Suka sendiri dia main. ” Terjawab! Terjawab sudah apa yang saya pertanyakan dari saat pertama kali melihat Aura. Terjawab sudah rasa ingin tahu kenapa Aura begitu amat “terkenal” dengan kriting nya disini. Dan kini tambahan label bisu yang keluar dari mulut teman sebayanya. “kemudian hari, ajak Aura main ya. Nanti Aura bisa bicara dan bermain bersama kalian” celetuk saya. “apa bisa ?” timpal anak yang sedang menghitung karet gelang miliknya. “bisa” kemudian saya berlalu meninggalkan mereka, -mungkin- dengan kebingungan yang saya ciptakan pada anak usia TK. Besar harapan saya mereka mencari kebenaran dari kebingungan itu.

Hingga akhir waktu pelayanan , saya tidak melihat Aura lagi. Mama Aura pun usai penimbangan lansia terakhir tergesa pamit pulang. Menyesal. Hari ini saya menyesal tidak punya waktu untuk bercakap dengan Aura langsung. Ingin sekali mendengar suara Aura meski bukan dengan bahasa yang tidak saya pahami. Menyanjung-nya dengan kata “kriting cantik” tidak cukup untuk memberi kesan yang baik, kesan yang seolah Aura sama cantiknya dengan anak lain meski rambutnya kriting. Menyesal karena terbatas waktu untuk berbagi informasi walau sekedar memberitahu ke mama nya bahwa setiap anak spesial dan terlebih penting meyakinkan ke mama nya bahwa ia pun seorang mama yang spesial. Super spesial kalau ia mampu (tidak) ikut me-label kan anak, bagaimana pun kondisi fisik anak.
Labelling. Masih saja ditemukan. Lebih menyedihkan ketika orang terdekat pun menyebutnya semacam memperkenalkan kepada kenalan baru. Ini yang baru saja terjadi pada Aura saat bertemu saya pertama kali.

Aura, boleh kah kami dengar apa yang ingin kamu katakan ??

Semenjak kamu mengenal bahasa, katakan lah apa yang ingin sekali kamu katakan.

Meskipun dengan bahasa yang kamu yakini , semoga dapat kami terjemahkan dengan baik.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.