Sebagai manusia, marah adalah salah satu bentuk emosi yang sangat wajar untuk dimiliki. Namun dalam sebuah rumah tangga, rasa marah ini dapat memicu permasalahan yang berlarut-larut yang tidak jarang berujung pada perceraian. Lalu apakah sebagai seorang manusia biasa kita tak boleh marah? apalagi di dalam rumah tangga yang di dalamnya terdapat dua pribadi yang tak mungkin selamanya memiliki pendapat dan pandangan yang sama dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi.
Beberapa bulan sebelum saya menikah, terjadi sebuah diskusi dari hati ke hati antara saya dan ayah saya tentang bagaimana menjadi kepala keluarga yang baik. Saya memulainya dengan pertanyaan “Pak, kok bapak bisa sabar banget sih ngadepin mama yang karakternya keras begitu?”, kemudian ayah saya menjawab dengan panjang lebar (tidak mungkin saya tuliskan semua di sini karena beliau memang tak begitu pandai berbicara dengan efektif, namun karena dari lubuk hati terdalam beliau ingin menyampaikan pelajaran yang sangat penting bagi anaknya maka beliau menjelaskan sebanyak yang beliau bisa jelaskan, dan Alhamdulillah bisa saya pahami dengan baik semuanya, thanks dad..) yang intinya adalah sebagai dua insan berbeda yang telah berjanji akan mengarungi hidup bersama sepasang suami-istri perlu memiliki skill dalam me-manage rasa marah.
Beliau mengatakan, tak mungkin rasa marah itu dihilangkan, yang mungkin adalah diatur sedemikian rupa supaya tidak dikeluarkan pada saat yang bersamaan dengan pasangan kita. Jangan sekali-kali menimpali rasa marah pasangan kita dengan amarah juga, lebih baik diam jika kita tahu saat itu pasangan kita juga sedang marah. Nah beliau melanjutkan, laki-laki sebagai kepala keluarga memiliki peranan penting menjaga keharmonisan berumah tangga. Laki-laki tidak boleh terbawa perasaan ketika menghadapai masalah rumah tangga, beliau berpendapat laki-laki lah yang harusnya bisa mengontrol rasa marahnya karena lelaki sejati adalah makhluk yang mengedepankan pikiran daripada perasaan.
Mengalah ketika istri sedang marah bukanlah sebuah bentuk kekalahan bagi suami, itulah tanda bahwa sang suami adalah lelaki sejati yang mengedepankan sisi logis ketimbang perasaan. Bayangkan bila suami ikut-ikutan marah ketika istrinya sedang marah, apakah masalah akan selesai? terlebih karena orang yang sedang marah biasanya tidak bisa mengontrol lisannya, apa jadinya bila seorang suami yang marah dengan tidak sengaja berkata “aku sudah muak terhadapmu, kita akhiri saja pernikahan ini”…. ?? dengan itu telah jatuh lah talak (cerai) kepada istri yang berarti benar-benar berakhir lah rumah tangga yang mereka bangun yang sedihnya hanya karena rasa marah sesaat yang di dalamnya jelas penuh dengan godaan syaitan dan bukan dengan pikiran yang jernih.
Itulah hikmah yang bisa kita petik, mengapa Allah memberikan kuasa cerai kepada seorang suami, bukan kepada istri. Allah SWT sebagai pencipta, tahu betul kodrat dari laki-laki yang Ia ciptakan. Laki-laki adalah makhluk yang lebih mengedepankan pikiran logis ketimbang perasaan, dan diharapkan di saat-saat genting ketika permasalahan hidup begitu berat, di saat-saat sang istri yang lebih rapuh tak lagi kuat menahan marahnya, maka sang suami lah yang bisa tetap jernih berpikir untuk menjaga keutuhan biduk rumah tangganya dengan tidak ikut-ikutan marah dan tetap fokus mencari solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi bersama.
Jadi apakah Laki-laki atau suami dalam sebuah rumah tangga tidak boleh marah saat ada masalah? jawabannya adalah: Boleh Marah, Asal Gantian.
Semoga manfaat,
Leave a Comment