Dari Manakah Cinta Datang?

7 September 2012, adalah hari di mana saya berjabat tangan dengan yakin kepada seorang ayah dari salah seorang gadis yang sempat menuntut ilmu di salah satu universitas yang tersohor namanya di negeri ini, Universitas Indonesia. Sembari menjabat tangan beliau, terucap lah beberapa buah kata yang intinya menyatakan bahwa saya siap menerima tanggung jawab lahir dan batin atas puteri bungsu tercintanya. Pernyataan tersebut tak sekedar merupakan janji antar sesama manusia, namun juga merupakan janji dari seorang hamba kepada Penciptanya bahwa hamba tersebut siap lahir dan batin untuk memenuhi sebagian agamanya bersama dengan seseorang yang ia yakini sebagai seorang gadis shalihah pilihan nan beriman, Nurul Widiyastuti namanya.

Cinta,..

Bila kembali ke beberapa masa sebelum saya memutuskan untuk mendatangi ayahnya, boleh jadi rasa itu telah ada dan baru akhir-akhir ini saya sadar dari mana rasa itu datang yang akhirnya membuat saya mantap mendatangi ayahnya di kemudian hari.

Cinta,..

Bila lelaki pada umumnya merasakan hal ini setelah bertemu pandang dengan lawan jenisnya, atau setelah mengikuti sebuah kegiatan bersama-sama entah di dalam kampus maupun kegiatan pasca kampus, maka berbeda dengan asal muasal perasaan saya atas seorang Nurul kala itu.

Entah dari mana datangnya link sebuah blog yang ketika saya membacanya membuat diri cukup kagum atas kecerdasannya mengungkapkan hati dan pikirannya ke dalam sebuah bentuk tulisan. Cukup kagum? iya saat itu saya hanya merasa kagum atas tulisannya yang kemudian membuat saya kembali dan kembali untuk membaca setiap ada postingan baru di blognya. Ya inilah pintu terbesar pertama yang membuat perhatian saya teralih ke arahnya, yang kemudian berubah menjadi rasa, rasa ingin lebih dekat, rasa ingin tahu apa yang sedang ia lakukan dan rasakan, dan berujung kepada sedikit pemikiran “bagaimana ya jika gadis se-shalihah ini menjadi istriku?”.

“Ah mustahil tampaknya, bertemu terakhir kali saja seingatku sudah lebih dari 5 tahun lalu, masih ingatkah dia denganku? belum lagi diri ini sepertinya tidak se-shalih itu untuk cukup mengimbanginya.” lanjut batin saya kala itu. Bukan tanpa alasan saya berpikir seperti itu, karena saya menyadari kualitas pembinaan saya cukup jauh dengannya, ia yang sudah memiliki kelompok binaannya sendiri cukup membuat saya minder dan akhirnya saya hanya berusaha membuang jauh lamunan saya kala itu.

Hingga hadir suatu ketika, ada salah seorang teman seangkatan saya sewaktu kuliah yang iseng menyapa di facebook “kapan nih doni ngirim udangan walimahan?”. Cukup unik memang kelanjutan ceritanya karena pada akhirnya beliau ini lah yang menjadi penjembatan saya dengan Nurul saat proses menuju pernikahan.

Cinta,..

Sekarang bagi saya terjawab sudah semuanya dan itu artinya sejak menerima tanggung jawab atas anak gadis seseorang  itulah waktunya saya untuk mulai belajar bagaimana memelihara rasa ini supaya semakin besar, dan semakin mendatangkan berkah di kemudian hari hingga maut memisahkan, bahkan supaya cinta ini bisa mempersatukan kami kembali di surga-Nya kelak, aamiin.

1 Comment

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.