Pagi hari di Puskesmas pulau terpencil
Loket pendaftaran buka pukul 08.30 WITA . Satu per satu pasien sudah mulai menyambangi loket dengan membawa kartu puskesmas dan juga jaminan kesehatan yang mereka punya, entah itu Jamkesmas , Jamkesda, ASKES, dan masih banyak juga yang menjadi pasien umum karena tidak memiliki kartu jaminan. Kemudian petugas loket yang berusia lebih kurang 40-45 tahun melayani dengan ramah. Beberapa kali ketika poli umum masih menunggu pasien selanjutnya, saya mempunyai kesempatan mampir untuk mengetahui pelayanan di loket. Sehari-hari Petugas loket menulis data pasien di buku register tahunan, register harian, dan mengambil map rekam medik pasien sesuai KK. Walau pemisahan per desa sudah dilakukan sehingga memudahkan sedikit pencarian tersebut , namun butuh cukup waktu untuk mencari map rekam medik ini dikarenakan penataan map-map tersebut tidak berurut nomor KK. Petugas ini bekerja sendiri, ditambah usia yang tidak lagi muda, cukup membuat peluh yang saat itu masih jam 10 WITA terlihat di pelipis beliau.
Pagi ini lebih banyak pasien ke pelayanan KIA dan KB yang pelayanan dilakukan oleh bidan, sedang poli umum yang pelayanan dilakukan oleh dokter dan perawat, sepi pasien. Ini yang membuat saya mampu berlama-lama di loket sekedar untuk mendengar cerita, sedikit banyak membantu mencarikan map dan mengambil pelajaran dari pengalaman beliau selama menjadi petugas di puskesmas ini. Sebelum di mutasi ke pulau ini, beliau bekerja di perbatasan timor-timur. Cukup lama berkerja disana hingga akhirnya dimutasi karena keamanan yang mengancam saat terjadinya konflik di timor-timur. Lalu saya tergelitik untuk menanyakan sesuatu ke beliau. “Bagaimana bertahan hidup di pulau ini bu?” tanya saya sambil membantu mencari map-map rekam medik yang dibutuhkan. “Ambil keluarga, jangan mengeluh sudah, sabar dibuat banyak-banyak lah. Masyarakat butuh kita orang untuk sehat” beliau menjawab dengan logat bahasa daerah. Namun ini cukup membuat saya mengerti kenapa saya ada disini, diluangkan waktunya saat jaga poli umum untuk sekedar memiliki percakapan dengan beliau, yang kemudian menciptakan satu titik api dalam jiwa yang membakar semangat mengabdi hingga akhir. Saya selalu meyakini ini “manusia butuh jeda, bahkan untuk mengenali kembali siapa dia dan meluruskan niat-niat diawal yang bisa jadi kurang mampu melewati titik jenuh yang kerap kali muncul saat kapan pun” .
Terima kasih ibu. Pengingat ini yang saya butuhkan dalam beberapa hari ini. Terima kasih jeda. Jeda yang membuat kaki ini ingin berlari lebih jauh dan tangan menggapai lebih tinggi.
*Salam kagum untuk seluruh tenaga kesehatan yang mengabdikan dirinya di daerah perbatasan, daerah terpencil juga pulau-pulau terluar NKRI. Semoga keran-keran pahala akan mengalir dari ke-profesional-an , keikhlasan dan kesabaran yang dicipta dan dipupuk hari demi hari.
Leave a Comment